Mahaadil

Suatu ketika sebuah pesan Whatsapp saya terima.

“Wan, aku sedih” kta teman saya.

“Mau cerita?”

“Seeorang yang aku sayang menjahatiku”

“Memangnya apa yang dia lakukan”

“Aku belum bisa cerita. Yah. Biar Tuhan saja yang membalas kejahatannya”

Dia batal bercerita lalu berharap Tuhan membalaskan sakit hatinya.

Saya sedih karena dia berpikir begitu. Dia ada di sisi baik, orang lain ada di sisi jahat. Tuhan ada di pihaknya sehingga Tuhan pasti mau membela dia dan membuat orang lain itu celaka. Setidaknya mendapat sakit hati yang sama.

Saya tidak mengenal Tuhan yang sifatnya begitu. Saya mengenal Tuhan yang begitu menyayangi semua mahluk, terutama manusia. Menyakiti seorang manusia akan menyakiti hati-Nya juga. Sekalipun manusia itu manusia yang jahat di mata manusia yang lain.

Saya paham sakit hati bisa membuat seseorang menjadi egois. Menarik Tuhan di pihaknya dan membiarkan orang lain celaka karena tak ber-Tuhan. Seakan-akan Tuhan menjadi sebuah jimat yang diperebutkan dan ketika ada di tangannya membuatnya tak terkalahkan. Namun sebenarnya tidak bisa terjadi demikian. Tuhan tak dapat dikendalikan manusia.

Jadi di mana keadilan Tuhan jika manusia yang jahat bisa bebas melakukan hal-hal seenaknya? Pertanyaan sebenarnya adalah: apakah kita mengenal Dia? Apakah kita mengenal sifat-Nya yang mahaadil? Jika mau kita yang terjadi atas si manusia jahat, apakah itu adil bagi manusia jahat? (Biarkan saja dia merasa tak adil. Bukankah dia orang jahat?).

Tuhan itu adil bagi semua mahluk. Memang kita, ‘manusia baik’ pun tidak pernah bisa memahami-Nya. Namun bagi semua orang yang mengenal Tuhan, Tuhan adalah adil untuk semua perbuatan-Nya. Jadi, marilah kita mengenal Dia.

Saya rindu untuk bisa membagikan pengalaman saya dengan Tuhan dimulai dari tulisan ini.

Selamat tahun baru 2019!


Keluar dari Zona Nyaman

Membaca sebuah artikel tentang Alan Moore yang mengatakan bahwa dia akan pensiun dari membuat komik. Err, maaf… Bukan Alan Moore yang itu kan? Sayangnya memang Alan yang itu. Alan yang seorang penulis dan komikus, yang karya-karyanya mendunia dan banyak dikonversi ke gambar bergerak macam V for Vendetta, Watchmen atau From Hell.

alan_moore

Kenapa, Alan?

Satu yang membuat saya tertegun adalah ketika dia mengatakan bahwa dia sudah terlalu lama dalam zona nyaman di dunia tulis menulis.

Terlalu nyaman.

Yah. Siapa sih yang nggak mau nyaman? Walaupun menurut pendapat umum, apapun yang sifatnya “keterlaluan” harus dihindari. Bahkan, konon, air putih yang super baik. Mungkin Alan sudah mencapai titik jenuh. Atau mungkin, kata Mario Teguh benar. Zona nyaman harus ditinggalkan. Sebenarnya sejauh mana kita menyadari bahwa kita ada di zona nyaman?

Saya menyadari terjebak di zona nyaman ketika semua pekerjaan terasa mudah. Bekerja lebih cepat dan tak bisa lebih cepat lagi. Hafal dengan seluruh kegiatan yang akan terjadi hari itu. Rutin. Dan kehilangan kasih sayang, mulai mengasihani “junior” saya yang bekerja dalam tempo yang jauh lebih pelan. “Mengasihani” sungguh kata yang sopan. “Meremehkan”, lebih tepatnya.

Saat saya menyadari kondisi ini tidak sehat, saya malah melakukan sesuatu yang lebih keliru: melakukan pekerjaan saya dengan lebih santai. Meremehkan pekerjaan saya sendiri. Kondisi negatif yang menggelinding bak bola salju, mengakibatkan kondisi mental saya pun berubah. Saya menjadi bosan dengan banyak hal. Tak memiliki minat pada satu bidang pun. Ketika dihadapkan pada tantangan, saya menjadi takut gagal.

Bisa jadi itu hanyalah faktor “U” alias usia. Saya mempercayai itu sampai menemukan artikel tentang nenek-nenek berusia nyaris 90 tahun yang sangat mahir Photoshop! Karyanya yang sederhana membuat saya tercengang. Kalau begitu, lupakan faktor “U”.

salah-satu-desain-kartu-ucapan-buatan-kimiko-adobe-370x255

Karya oma Kimiko Nishimoto

 

 

 

Sepertinya manusia didesain untuk bergerak. Bayi tidak suka diam. Balita selalu berulah. Itulah setting default manusia. Bergerak.

Lalu apa yang harus saya lakukan. Mulai menulis adalah loncatan saya keluar dari rutinitas. Mengubah gaya tulisan bisa jadi salah satu pendukungnya. Saya belum tahu apa selanjutnya. Yang pasti hal yang baru.

Hati-hati dengan zona nyaman. Terkadang, ada manusia yang berusaha gigih mempertahankan zona nyaman itu dengan mengorbankan cinta dan kasih sayang, yang bagi saya adalah hal yang maha penting.

Link:
Alan Moore Pensiun dari Komik
Mahir Photoshop, Nenek-Nenek 88 Tahun Diajak Bergabung Adobe


Muncul Lagi

Setelah berabad-abad lamanya, gue memutuskan untuk kembali melemaskan jari2 gue dengan cara ngetik di blog terlantar ini. Ya. Berhibernasi sekian abad, gue bersyukur banget kembali menatap dunia. Dan… Eh? Ngomong2 presidennya udah ganti belon?

Yang pasti gue akhirnya kembali ke kampung halaman gue di Solo. Tinggal di sini bareng keluarga. Dan gue hidup bahagia untuk selamanya.

Sekian.

 

Eh… belum yak? Baru aja mulai.

Marilah kita abaikan alasan gue nggak ngeblog. Well, there must be some reasons that I can’t talk about… Yang lalu biarlah berlalu. Mari kita songsong masa depan yang penuh garapan.

Sampai jumpa!  🙂